Sejarah Singkat Tunggal Hati Seminari (THS)
Pada
tahun 1983, Seminari Menengah Mertoyudan , Magelang, Jawa Tengah,
mengundang seorang frater untuk mengajar. Hal tersebut biasa saja, yang
agak aneh adalah frater tersebut diminta untuk mengajar pencak silat.
Tentu saja seminari sudah memikirkan "Mengapa Pencak Silat ?". Ternyata
dalam "penggodogan" pendidikan calon imam di seminari ditanamkan pula
rasa cinta akan tanah air, rasa hormat serta tanggung jawab akan
nilai-nilai budaya bangsa Indonesia tercinta, dan sekaligus mengakar
pada iman akan wafat dan kebangkitan-Nya.
Latihan bela diri pencak silat dimulai. Para seminaris yang ikut
latihan pertama kali berjumlah 73 orang. Tetapi konyolnya, frater
tersebut hanya bisa mengajar bela diri sekali sebulan saja. Secara
teoritis tidak mungkin mengajarkan bela diri hanya 2 jam saja dalam 1
bulan. Dilain pihak, sebagai calon imam yang dididik untuk memecahkan
persoalan, maka latihan bela diri itupun tetap berjalan walaupun
terseok-seok. Apa akibatnya ? Banyak seminaris yang mengundurkan diri,
tidak mau lagi mengikuti latihan pencak silat ini.
Memasuki
tahun 1984, seminaris yang tetap bertahan mengikuti latihan pencak
silat ini tinggal 11 orang. Mulailah diadakan peningkatan latihan
beladiri yang lebih berat lagi. Dilaksanakan di Kaliurang, lereng
Gunung Merapi, Jawa Tengah, didampingi oleh seorang dokter dan seorang
psikolog. Akhirnya latihan tersebut mencapai tahap akhir, berlangsung di
pantai Parangtritis, Yogyakarta. Disinilah tercipta jurus-jurus
otentik Seminari yang dibuat oleh para seminaris dan frater yang masih
muda usia, miskin pengalaman, namun memiliki kebulatan tekad mau
berbakti bagi seminari, mau berkorban demi iman dan cinta nan suci pada
Ibu Pertiwi. Dari sini muncullah gagasan bersama "Ide menguak masa
depan". Beladiri sebagai sarana kerasulan.
Dewan Pendiri dan Motto Perjuangan
Ide
menguak masa depan disepakati. Bela diri akan dijadikan sebagai alat
kerasulan. Berdirilah Dewan Pendiri, yaitu suatu dewan yang
beranggotakan para perintis dan pendiri serta pemrakarsa bentuk-bentuk
idealisme kegiatan THS-THM. Mereka terdiri dari sebelas pria berikut ini
:
Rm. M. Hadiwijoyo, Pr. (bebas tugas, Jakarta);
Dr. RMS
Haripurnomo Kushadiwijaya (Yogyakarta);
St. Adi Satriyo Nugroho, SPd.
(Timor Timur);
YB. Prasetyo Yudono, MSBA. (Jakarta);
Brigjen TNI (Purn)
Ign. Imam Kuseno Miharjo (Jakarta);
Y. Lilik S. Dwijosusanto, SPd.
(Yogyakarta);
Benediktus Wiharto, SH. (Bandung);
Rm. AG. Luhur Prihadi,
Pr. (Pematangsiantar);
Rm. R. Heru Subyakto, Pr. (Magelang);
Drs.
Petrus Agus Salim (Jakarta);
A. Bambang Wahjudi, SP. (Muntilan)
bersama dengan empat wanita berikut ini :
Dra.
MM. Emmy Putraningrum (Yogyakarta);
Ibu Imam Kuseno Miharjo (Jakarta);
Dra. C. Wahyu Dramastuti (Jakarta);
M. Sri Selastiningsih, SE.
(Jakarta).
Dalam design yang diharapkan sebenarnya akan ada
anggota pria dan wanita masing-masing dua belas orang dalam Dewan
Pendiri. Angka 12 diturunkan dari jumlah rasul Yesus. Setiap anggota
Dewan Pendiri ditentukan dengan pertimbangan seluruh anggota, tidak ada
pemecatan terhadapnya, dapat keluar atas permintaan sendiri atau
karena tindakan yang jelas bertentangan dengan azas pendirian
organisasi Katolik THS-THM ini; seperti terjadi pada mantan anggota
Dewan Pendiri : Rm. J. Sandharma Akbar, Pr. (Bogor) yang telah
menjalankan kegiatan bertentangan dengan azas pendirian organisasi
Katolik THS-THM; serta dua anggota lain yang karena suatu keadaan telah
mengundurkan diri dengan baik dan tetap dikenang jasa dan kerjasamanya
: Lettu (TNI) FP. Krisdaryadi (Surabaya) dan Ning Suyanto
(Yogyakarta). Untuk memelihara jumlah anggota dewan suatu langkah
penggantian dilakukan.
Sebagian anggota dewan telah terlebih
dahulu mempersiapkan kehadiran THS-THM sejak awal 1980-an : Frater
Hadiwijaya, Dokter Haripurnomo dan Psikolog Emmy Putraningrum, serta
para siswa seminari Mertoyudan yaitu Adi, Heru, Luhur, Lilik, Wiharto,
Prasetyo dan Kris serta sejumlah murid seminari Mertoyudan lain.
Beberapa individu pernah diperbincangkan untuk menjadi anggota dewan
dan tidak diambil keputusan untuk menetapkannya.
Kemudian
berkibarlah bendera Beladiri Pencak Silat Katolik Tunggal Hati
Seminari, dengan motto perjuangannya "Pro Patria et Ecclesia" - Demi
Bangsa dan Gereja. Adapun cara melaksanakan perjuangan kerasulannya
adalah "Fortiter in Re Suaviter in Modo" - Kokoh prinsip pendiriannya
namun luwes lembut cara mencapainya. Dengan kata lain, sikap yang mau
ditampakkan yaitu sikap berani, ulet dan rendah hati. Menghadapi
kekerasan dan kekasaran - Berani. Bertemu kebaikan dan kehalusan budi -
itu yang dicari. Semua tindakan dan kegiatan dipersembahkan hanya untuk
kemuliaan kepada Tuhan.
Kedua frater ditahbiskan menjadi Imam,
dipilih Tuhan untuk pelayan umatnya. Realisasi ide beladiri Tunggal
Hati Seminari dijadikan alat kerasulan atau sarana pastoral menjadi
kenyataan dalam wujud tindakan dan kegiatan-kegiatan. Berkat rahmat
Tuhan, kegiatan ini berkembang dan mulai diterima oleh sekelompok
muda-mudi Katolik St. Fransiskus Xaverius, Tanjung Priok dan Salib
Suci, Cilincing; serta direstui oleh Pastor Paroki Karl Albrecht SJ.
Angkatan pertama ini berjumlah 39 orang.
Saat para seminaris
Mertoyudan liburan, organisasi THS semakin dikembangkan oleh para
seminaris sebagai panggilan. Mulailah THS ini berkembang ke
paroki-paroki yang lainnya, yaitu paroki St. Alfonsus, Pademangan dan
Santa Anna, Duren Sawit. Tidak ketinggalan sekolah-sekolah juga
dimasuki, yaitu SMP St. Fransiskus II, Cilincing; SMP Tarakanita I, II,
III dan IV. THS dikembangkan oleh beberapa Pastor, beberapa Suster,
beberapa Frater, beberapa orang tua, beberapa Seminaris dan sekelompok
muda-mudi Katolik yang senang untuk membina anak muda.
Pada
tahun 1985, bertepatan dengan ditetapkannya sebagai Tahun Pemuda
Internasional, pada tanggal 10 November 1985 yang juga bertepatan dengan
hari Pahlawan, diresmikanlah di Gelanggang Remaja Jakarta Utara
berdirinya Organisasi Beladiri Pencak Silat Katolik Tunggal Hati
Seminari. Syukur kepada Tuhan, anggota yang tercatat berjumlah 223
orang.
Sejarah Tunggal Hati Maria (THM)
Awal tahun 1986, puteri-puteri Gereja tidak mau ketinggalan untuk turut
serta dalam kegiatan ini. Mereka ada di Paroki St. Fransiskus, Tanjung
Priok dan di SMP St. Fransiskus II, Kampung Ambon, yang segera disusul
puteri-puteri Paroki St. Anna, Duren Sawit. Pada tanggal 10 November
1986, bertepatan dengan hari Pahlawan dan Hari Ulang Tahun THS yang
pertama, diresmikan pulalah Organisasi Beladiri Pencak Silat Katolik
Tunggal Hati Maria (THM) oleh Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat
Katolik Departemen Agama RI, Bapak Ignatius Imam Kuseno Miharjo, dan
direstui oleh Pastor Paroki Romo Martinus Hadiwijoyo Pr. dan Pastor
Purbo Tamtomo Pr. Bertempat di Gereja St. Bonaventura, Pulomas, Jakarta
Timur. Jumlah THS-THM sudah tercatat sebanyak 637 orang.
Perkembangan THS-THM
Tuhan
bersabda melalui kitab suci, "Akulah pokok anggur dan kamulah
ranting-rantingnya. Barang siapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam
dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tida
k dapat berbuat
apa-apa". (Yoh. 15:5). Memasuki tahun 1987, jumlah anggota THS-THM sudah
mencapai lebih dari 2300 orang yang tersebar di kota-kota Jakarta,
Yogyakarta, Surakarta, Wonogiri, Muntilan, Bandung, Lampung dan
Banjarmasin. Dan sampai sekarang THS-THM terus berkembang seiring dengan
bertambahnya waktu, bahkan sampai keluar negeri. 

(Sumber: buku pedoman acara Malam Cinta Tanah Air 10 November 1990, HUT THS-THM)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar